Jumat, 18 November 2011

Puisi Cermin Diri

Abdullah Gymnastiar dalam renungannya “CERMIN DIRI”

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesosok wajah yang telah kukenal dan sangat sering kulihat
Namun aneh sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat
Tatkala ku tatap wajah, hatiku bertanya…
Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya, bersinar di surga sana?
Ataukah wajah ini yang akan hangus legam di neraka jahanam?

Tatkala ku tatap mata, nanar hatiku bertanya
Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan menatap Allah, menatap Rasulullah, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, terburai menatap neraka jahanam? Akankah mata penuh maksiat ini menyelamatkan? Wahai mata… apa gerangan yang kau tatap selama ini?...

Tatkala ku tatap mulut, apakah mulut ini yang kelak akan mendesah penuh kerinduan mengucap
لااله إلاّ الله
Saat sakarotul maut menjemput, ataukah menjadi mulut menganga dengan lidah menjulur dengan lengking jeritan pilu yang akan mencopot sendi-sendi setiap pendengar? ataukah mulut ini menjadi pemakan buah zakun jahanam yang getir penghangus, penghancur setiap usus?
Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang? Berapa banyak dusta yang kau ucapkan, berapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Berapa banyak? Berapa banyak kata-kata manis semanis madu yang palsu yang kau ucapkan untuk menipu? Betapa jarang engkau jujur, betapa langkanya engkau syahdu memohon agar Tuhan mengampunimu...

Tatkala ku tatap tubuhku...
Apakah tubuh ini kelak yang akan penuh cahaya bersinar, bersuka cita, bercengkrama di surga? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar? membara terpasung tanpa ampun? derita yang tak pernah berakhir? Wahai tubuh...
Berapa maksiat yang engkau lakukan?
Berapa banyak orang-orang yang kau dzalimi dengan tubuhmu?
Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang kau tindas dengan kekuatanmu?
Berapa banyak beribu pertolongan yang kau acuhkan tanpa peduli padahal kau mampu?
Berapa banyak hak-hak yang kau rampas wahai tubuh? Seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu? Atau sekotor daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu? Atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu? Atau sebusuk kotoran-kotoranmu?
Betapa beda apa yang tampak di cermin dengan apa yang tersembunyi
Aku telah tertipu...
Aku tertipu oleh topeng...
Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng-topeng belaka
Betapa yang ujian terhambur hanyalah menguji topeng
Betapa yang indah hanyalah topeng
Sedangkan aku hanya seonggok sampah busuk yang terbungkus
Aku tertipu aku malu.... ya Allah
Aku malu...
Tuhanku selamatkan aku...
Ya Rabbii selamatkan aku... Amien ya Rabbal’alamin...

dipopulerkan oleh star 5.

Kamis, 10 November 2011

Karena Ikatan Kita...Istimewa


dakwatuna.com - Sebut saja A dan B. Dua orang sahabat yang sejak kecil sering bercanda bersama, menangis bersama, bahkan melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi pun selalu bersama. Kecocokan antara keduanya telah terbingkai dalam sebuah jalinan persaudaraan yang unik, yang tak mudah kita temui di kebanyakan episode persaudaraan yang lain.
Suatu ketika, di sebuah serambi masjid kampus, mereka sepakat untuk saling mengoreksi dan mengevaluasi dir mereka masing-masing. Si A harus mengevaluasi kekurangan dan kelebihan si B. Begitu pun sebaliknya, si B juga harus bisa menyebutkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri si A. Mereka bersepakat bahwa beberapa hari lagi akan bertemu di tempat yang sama untuk menyampaikan hasil evaluasi yang mereka siapkan mulai dari pertemuan itu. Hingga tibalah hari dimana mereka menyampaikan boring evaluasinya.
“A, silakan kamu mulai bacakan evaluasimu terhadap tingkahku selama ini.” Ucap si A mengawali pembicaraan.
“Tidak B, kamu saja yang memulainya. Sepertinya tulisanmu lebih banyak. Dan sepertinya kamu lebih siap untuk menyampaikannya lebih dahulu.”
“Hmm, baiklah. Aku yang akan memulainya.”
“Silakan B, aku akan mendengarkan.”
“Tapi,,, kamu janji ya tidak akan marah padaku setelah kubacakan penilaianku padamu?”
“Baiklah, aku tidak akan marah. Sampaikan saja sejujurnya padaku.”
“Err, kamu mau mendengar yang mana dulu? Tentang kelebihanmu atau kekuranganmu?”
“Kekuranganku saja dulu.”
“A, kamu itu orangnya egois, maunya selalu diperhatikan, tidak peka sama lingkungan, tak pernah mau terus terang tentang masalah yang menimpamu. Kamu itu selalu menyalahkan orang lain ketika ada masalah yang menimpamu, kamu itu……”
“maaf B, maafkan aku bila selama ini telah sering menyakitimu.” Ujar si A memotong perkataan si B yang sedang membacakan evaluasinya.
“Tak apa A, maaf juga bila kamu telah tersinggung mendengarkan evaluasiku ini. Tapi, aku masih belum selesai membacakannya. Apakah harus ku hentikan?”
“Tidak B, lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkannya.” Kata si A sambil menyeka pipinya yang mulai meneteskan air mata.
“Kamu itu, maaf…. Pemalas, tergantung pada orang tua, selalu bilang aku seperti anak-anak. Dan kamu itu plin-plan….” Sejenak B menatap wajah saudaranya. Binar matanya mulai terbasahi air mata yang mulai menetes melintasi pipinya.
“A, ada apa? Apa ku menyakitimu? Kalau begitu aku hentikan saja evaluasiku. Aku tak ingin sahabatku bersedih seperti ini.”
“Tidak apa B, terus lanjutkan saja. Aku akan terus mendengarkan nasihat dari sahabat terbaik ku.”
“Aku tak sanggup melihatmu bersedih seperti ini. Biar ku hentikan saja ya.”
“Tolong B, lanjutkan saja. Aku tidak apa-apa sahabatku. Aku hanya ingin mengetahui dari lisanmu mengenai kesalahan-kesalahanku padamu. Apakah kekuranganku masih banyak?” ujar A sambil menahan tangis yang hampir meledak “Maaf A, masih ada tiga halaman lagi. Baiklah, aku lanjutkan.” Si B pun melanjutkan membaca daftar kekurangan si a yang telah ia tuliskan.
Selanjutnya, si B membacakan daftar kelebihan yang dimiliki si A.
“A, bagiku kamu tetap istimewa, kamu adalah temanku yang paling cerdas dan kamu sering mengingatkanku bila ku tersalah.” Si B membacakan daftar kelebihan si A yang hanya tiga paragraph tersebut.
“Sudah A, aku sudah membacakan semuanya. Selanjutnya giliranmu.”
Sambil berusaha senyum, si A membacakan daftar kelebihan dan kekurangan si B.
“Sekarang aku akan membacakan kelebihanmu dulu saja ya B.”
“Baik A, kalau kamu berkenan, silakan.”
“Kamu itu kreatif, cekatan, suka menolong, penuh ide brilian, konsisten, tak mengharap imbalan duniawi, kata-katamu selalu terjaga, dan selalu senyum tatkala menyapa orang-orang di sekitarmu….” Ucap si A panjang lebar hingga tiga halaman A4 ia selesai bacakan.
“sudah B, aku sudah selesai membacakan semua yang kutulis.”
“kekuranganku?”
“Tidak, tidak ada…. Aku sudah rampung membaca semua evaluasiku padamu saudaraku.”
“Apa maksudmu? Apa saja kekuranganku dan tingkah burukku yang telah menyakitimu selama aku menjadi sahabatmu A? coba sebutkan saja, aku tidak akan marah.”
“Aku tak bisa menuliskan apapun pada lembar kekuranganmu A. bagiku, kekuranganmu telah mengajarkanmu untuk lebih dewasa dan bijak dalam mengambil setiap keputusan. Dan semua itu telah terbingkai indah dalam memori hidupku sahabatku. Oleh karena itu tak ada yang bisa kubacakan mengenai kekuranganmu.”
“Duhai sahabatku, maafkan aku. Sungguh engkau adalah sahabat terbaik yang pernah kutemui. Engkau adalah mutiara yang selalu menjadi perhiasan dalam hidupku, menghiasi setiap lembaran perjalanan kehidupan yang penuh kejadian mengharu biru ini.”
Dan kini, serambi masjid kampus itu pun menjadi saksi, tetesan air mata yang mengalir karena sebuah ikatan yang begitu berharga. Ikatan ukhuwah.
*****
Ah, rasanya aku belum bisa menjadi seperti A yang mampu menangkap setiap aura kebaikan dari sahabatnya. Menjadikan segala kekurangan sahabatnya sebagai pelecut semangat untuk mendewasakan diri tanpa mengungkit-ngungkit apalagi membicarakan kekurangan sahabatnya pada orang lain. Kita, pasti pernah punya salah. Bahkan sering kita lakukan pada orang lain. Pada sahabat kita. Saat ego masih tersimpan dalam hati, saat persepsi menutupi mata hati bahwa orang lain harus menjadi yang sempurna di hadapan kita, tanpa cacat, tanpa kekurangan. Maka, sesungguhnya kita telah membutakan mata hati kita untuk memberikan permaafan pada orang lain. Menganggap setiap kesalahan sahabat kita adalah dosa besar yang takkan termaafkan dan telah menutup pintu maaf bagi setiap kesalahan mereka.
Sahabatku, Saudaraku… ikatan kita bukan sembarang ikatan. Kita diikat bukan karena kesamaan kampus, kesamaan asal daerah, kesamaan jurusan, kesamaan organisasi. Akan tetapi kita diikat atas dasar cinta yang terbingkai dalam ukhuwah. Cinta pada Allah dan ukhuwah yang menggelora mempersatukan setiap keping-keping hati yang tersebar di seluruh penjuru bumi-Nya ini.
Sahabatku, Saudaraku… ikatan kita adalah ikatan yang istimewa. Yang telah dipertautkan oleh Yang Maha Istimewa, yang selalu kita ucapkan doa-doa rabithah dalam waktu istimewa kita, di sepertiga malam terakhir sambil berdoa, Ya Allah….Sesungguhnya Engkau tahu bahwa hati ini telah berpadu ,berhimpun dalam naungan cintaMu, bertemu dalam ketaatan, bersatu dalam perjuangan, menegakkan syariat dalam kehidupan, Kuatkanlah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, terangilah dengan cahayaMu, yang tiada pernah padam, Ya Rabbi bimbinglah kami. Lapangkanlah dada kami, dengan karunia iman dan indahnya tawakal padaMu, hidupkan dengan ma’rifatMu, matikan dalam syahid di jalan Mu, Engkaulah pelindung dan pembela…..

Emang Akhwat Bisa Jatuh Cinta????

dakwatuna.com - Wah, ngomongin tentang cinta. Akhwat?! Jatuh cinta?! Emang bisa?!
Woi, woi, akhwat juga manusia, akhwat juga bisa jatuh cinta, seakhwatnya akhwat juga punya rasa cinta, benci, suka, dll.
Nih, salah satu contoh percakapan dua orang akhwat:
Nayla: “ras, mau nanya donk!”
Laras: “nanya apa?!“
Nayla: “tapi, kamu jawab yang jujur ya!”
Laras: “iya, emang apa?”
Nayla: “kamu pernah jatuh cinta ga?”
Laras terdiam cukup lama. Sambil berjalan di gang yang tak begitu lebar, Laras menanyakan pada dirinya sendiri: ”Pernahkah aku jatuh cinta?”
Nayla yang berjalan di depan Laras memperlambat langkah agar mereka bisa berjalan sejajar dan Nayla menunggu jawaban dari Laras.
Laras: “iya, pasti-lah pernah!” (bohong, jika ada yang mengatakan tidak pernah jatuh cinta, pikir Laras)
Nayla: “sama ikhwan?! Baru-baru ini?! (Nayla hanya memastikan bahwa sahabatnya itu pernah jatuh cinta dengan ikhwan; akhwat jatuh cinta sama ikhwan!)
Laras: “emmm, mungkin lebih tepatnya kagum! Ya, kagum! Hanya sebatas itu.” (Laras mengoreksi jawabannya. Laras pikir selama ini rasa itu hanya sebatas rasa kagum, gak lebih)
Nayla: “yup! Lebih tepatnya kagum! Aku kira orang kayak kamu gak bisa jatuh cinta!”
Laras: “loh, kenapa kamu mikir kayak gitu?!”
Nayla: “ya, akhwat kayak kamu itu kayaknya gak mungkin punya perasaan apa-apa sama ikhwan, gak mungkin jatuh cinta. Kamu itu kalem, pendiem, berwibawa banget. Ya gak mungkin-lah.”
Laras: “Tapi, nyatanya, aku bisa kagum juga kan sama ikhwan?! Itu mah fitrah kali!”
Yup! Yang namanya kagum, apalagi kagum antar lawan jenis, hal itu mah wajar-wajar aja. Yang gak wajar itu, kalo rasa kagum yang ada pada diri kita malah membuat kita melakukan hal-hal yang gak sepantasnya dilakukan (apaan tuh?!), apalagi oleh ikhwan akhwat loh. Berat euy sandangan ikhwan akhwat itu. Yang ada di pikiran kebanyakan orang nih, yang namanya ikhwan akhwat itu gak nganut yang namanya pacaran. Ikhwan akhwat lebih nganut system ta’aruf sebelum nikah. Gaya pacaran ikhwan akhwat, ya setelah mereka nikah nanti.
Nih, bukti kalo orang umumnya udah nganggap ikhwan akhwat gak nganut system pacaran.
Di sela-sela praktikum ada sebuah kelompok yang isinya perempuan semuanya bahkan asisten laboratoriumnya (aslab) juga perempuan. Saat menunggu campuran di refluks, yang namanya perempuan kalo lagi gak ada kerjaan pasti ngobrol-ngobrol. Nah, di saat-saat menunggu itulah, terjadi sebuah obrolan di antara kelompok itu bersama aslab-nya. Dan yang diomongin sama perempuan ya gak jauh dari laki-laki. Mereka membicarakan tentang pacar mereka satu persatu. Di kelompok tersebut ada seorang akhwat. Nah, ketika semuanya telah bergiliran menceritakan tentang pacarnya, tinggal si akhwat inilah yang belum bercerita. Kemudian akhwat ini bertanya: “Kok pada gak nanyain aku sih?”, dengan gaya sok lugunya.
Sang aslab-pun langsung spontan menjawab: “kalo kamu mah gak usah ditanyain, nanti juga tiba-tiba undangan nyampe di tanganku.”
Ya, itulah pandangan orang pada umumnya tentang ikhwan akhwat yang gak nganut system pacaran.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi interaksi ikhwan akhwat itu sendiri?! Apakah seperti yang di duga kebanyakan orang pada umumnya?! Akankah interaksi yang dilihat selama ini di luaran sama seperti yang aslinya?!
Banyak orang yang memperhatikan bahwa ikhwan akhwat itu sangat menjaga dalam berinteraksi. Namun terkadang, ikhwan akhwat juga bisa khilaf. Loh kok khilaf?! Maksudnya apa?!
Ada hal-hal yang terkadang sulit dilakukan ikhwan akhwat untuk menjaga interaksi itu. Misalnya nih, pada saat praktikum, akan banyak kemungkinan bagi ikhwan akhwat untuk bersentuhan. Eits, bersentuhan di sini bukan karena di sengaja loh, tapi memang kondisi praktikum yang membuatnya bisa seperti itu. Interaksi seperti ini mungkin masih bisa diwajarkan jika memang tidak bisa dihindari lagi. Tapi kalo masih bisa dihindari, ya di minimalisir.
Ada lagi misalnya, ketika ikhwan akhwat berkecimpung di sebuah organisasi. Entah itu organisasi seperti BEM atau Mushalla sekalipun. Adakalanya ketika berinteraksi di BEM misalnya, terkadang sulit untuk menundukkan pandangan atau tidak bercanda secara berlebihan. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi karena kondisinya yang cukup heterogen. Kalo kata seseorang: “ya, jangan kaku-kaku amat!” Tapi, kalo kondisinya lebih banyak orang yang paham akan batasan interaksi, apakah itu diwajarkan?! Dijawab sendiri ya sama diri masing-masing.
Namun akhirnya bukan pembenaran yang muncul dengan kondisi seperti itu. Ikhwan akhwat tetap harus menjaga interaksi. Atau kalaupun akhirnya memang tidak bisa dihindari untuk ‘mencair’, ya sudah lakukanlah interaksi itu sewajarnya. Ikhwan akhwat aktivis dakwah biasanya punya system pengentalan tersendiri. Tiap orang punya cara yang berbeda untuk ‘mengentalkan’ dirinya kembali.
Misalnya, Rama, seorang aktivis BEM, yang setiap melakukan ‘pencairan’ dan dia tersadar bahwa dirinya telah melakukan hal ‘pencairan’ tersebut, dia pun langsung ke sebuah ruangan, shalat dua rakaat. Temannya, Beno, yang melihat hal itu terus menerus heran. Kenapa heran?! Karena waktu itu bukan termasuk waktu Dhuha, lantas Rama itu shalat apa? Dengan rasa penasaran Beno pun bertanya kepada Rama yang baru selesai shalat.
“Akhi, ini kan bukan waktu Dhuha, dan tempat ini juga bukan masjid, Antum shalat apa, dua rakaat? Dhuha bukan, tahiyatul masjid juga bukan.”
“Akhi, sesungguhnya tadi kita telah melakukan ‘pencairan’, maka Ana melakukan pengentalan diri Ana dengan shalat sunnah dua rakaat. Agar diri ini tidak melakukan pembenaran atas apa yang barusan kita lakukan.”
Ya, tiap orang punya mekanisme pengentalan tersendiri. Ibarat suatu fluida, jika dia berada di tempat yang sempit atau berada di suatu pipa yang diameternya kecil, maka untuk dapat melewati itu, dia perlu mengurangi kekentalannya, sehingga fluida itupun dapat mengalir dengan lancar. Namun jika memang fluida itu telah berada di pipa dengan diameter yang lebih besar, maka kekentalannya perlu dikembalikan seperti semula agar mengalirnya fluida itu tetap konstan seperti aliran sebelumnya.
Bahkan, ikhwan akhwat yang berkecimpung di Mushalla pun tak terlepas dari hal ini. Kadang, walaupun interaksi di batasi dengan hijab pandangan, hijab hati belum tentu bisa di jamin. Ingat dulu yuk, firman Allah: “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati” (QS 64:4).
Ingat! Apa yang tersembunyi dalam hati kita, Allah juga akan mengetahuinya. Bisa saja kelihatan dari luar, interaksi ikhwan akhwat biasa-biasa saja, namun ternyata di balik hatinya atau di balik hijab itu ada ‘sesuatu’ yang aneh dengan interaksi itu. Ya, semoga kita bukan termasuk ke dalamnya. Kalaupun sudah terlanjur berbuat seperti itu maka marilah kita sama-sama mengazamkan dalam diri untuk menjaga interaksi itu.
Ada kasus juga ikhwan yang curhat ke akhwat ataupun sebaliknya. Misalnya saling menganggap saudara sehingga dalam berinteraksi ya layaknya saudara kandung. Memang betul sih, bahwa persaudaraan yang dibangun ‘di sini’ atas dasar keimanan bukan pertalian darah. Walaupun hanya menjadikan tempat curhat dan gak lebih dari sekedar saudara, tapi sebaiknya tetap berhati-hati karena masalah hati gak ada yang tau. Tetap saja, itu bukan mahramnya kalaupun toh mau berakrab-akrab ria. Bisa aja hari ini curhat-curhatan, eh besoknya mulai timbul ‘rasa’ yang berbeda. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu dakwah. Apalagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan dakwah. Atau bisa saja si ikhwan menganggap si akhwat sebagai saudara biasa, tapi ternyata si akhwat malah punya pandangan yang berbeda, begitupun sebaliknya. Yang lebih parah lagi nih, kalo orang-orang yang belum paham melihat hal itu, bisa-bisa mereka jadi illfeel sama ikhwan-akhwat. Atau terkadang, orang yang sudah paham pun malah menanggap hal yang nggak-nggak terjadi di antara interaksi itu, VMJ (Virus Merah Jambu), padahal mah tuh ikhwan dan tuh akhwat gak punya perasaan apa-apa, cuma sebatas saudara atau teman biasa. Mungkin ada benarnya juga kalo kita sebaiknya menjaga interaksi dengan lawan jenis, gak hanya berlaku terhadap ikhwan akhwat aja loh. Lebih baik menjaga bukan daripada terjadi fitnah?! Kalo mau curhat, ya utamakan sesama jenis dulu.
Nah, ada satu cerita yang menarik di sini.
Ada ikhwan, sebut saja Hendy yang curhat ke akhwat, sebut saja Mila, melalui SMS. Mereka beraktivitas dalam satu organisasi dan keduanya bisa di bilang aktivis dakwah.
Hendy: “Assalamu’alaikum. Mila, Ana merasa bersalah banget neh sama masalah yang kemarin. Itu semua gara-gara Ana. Ana tuh sampe gak bisa tidur mikirin masalah itu. Bawaannya grasak-grusuk mlulu.”
Mila gak langsung membalas sms itu. Dia meng-sms Leo yang memang dekat dengan Hendy.
Mila: “Assalamu’alaikum. Leo, tolong hibur Hendy ya, kayaknya dia masih kepikiran sama masalah yang kemarin.”
Mila meminta Leo untuk menghibur Hendy karena Mila tau bahwa Leo adalah teman dekat Hendy dan Leo tau masalah yang Hendy hadapi.
Leo: “Masalah yang mana? Ana barusan mabit bareng Hendy, tapi dia ga cerita apa-apa.”
Mila: “Masalah yang itu bla, bla, bla.”
Mila menjelaskan masalahnya.
Leo: “Ok. Nanti Ana coba ngomong ke Hendy.”
Memang begitulah seharusnya ketika ada seorang ikhwan ataupun akhwat yang curhat ke lawan jenisnya, maka tempat yang di curhatin itu seharusnya mengarahkan seseorang, ke sesama jenis, yang merupakan teman dekatnya sehingga si ikhwan ataupun akhwat bisa di tangani langsung tanpa lintas gender. Hal itu lebih menjaga bukan?!
Ada satu cerita lagi tentang ikhwan akhwat yang jarang sekali berinteraksi, namun ternyata keduanya sepertinya ‘klop’. Mereka menyadari hal itu. Si ikhwan punya perasaan sama akhwat, begitupun sebaliknya: masing-masing saling tahu, tanpa harus di nyatakan. Waktu terus berjalan, mereka pun saling memendam perasaan itu hingga akhir bangku perkuliahan usai. Hingga akhirnya, ada yang mengkhitbah si akhwat. Si akhwat pun meminta izin kepada si ikhwan (aneh!): betapa sakit hati si ikhwan begitu mengetahui si akhwat akan di khitbah ikhwan lain. Akhirnya, akhwat itu pun tetap melangsungkan pernikahan dan membiarkan si ikhwan dalam kesakithatiannya.
Duh, miris sekali ya. Padahal perasaan yang muncul di antara ikhwan akhwat itu tanpa interaksi yang intens.
Ok, yang terpenting adalah kita saling menasihati dengan cara yang terbaik. Kalau ikhwan yang melampaui batas kepada akhwat, akhwatnya harus tegas, demikian pula sebaliknya. Sesama ikhwan dan sesama akhwat juga harus ada yang saling mengingatkan dengan tegas. Ingat! tegas bukan berarti harus marah-marah karena kita tentunya tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua manusia tak luput dari yang namanya khilaf. Jika memang mengaku bahwa kita bersaudara, maka ingatkanlah! Tegurlah! Jangan biarkan saudara kita terjerembab.
Terkait dengan cinta, sekali lagi diingatkan bahwa akhwat juga bisa jatuh cinta,, ikhwan juga bisa jatuh cinta. Se-ikhwah-ikhwahnya ikhwah, mereka juga manusia yang punya rasa cinta, kagum, suka, dan benci.
Cinta bukanlah tujuan
Cinta adalah sarana untuk menggapai tujuan
Jangan kau sibuk mencari definisi dan makna cinta
Namun kau lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta
Dzat yang menumbuhsuburkan rasa cinta
Dzat yang memberikan kekuatan cinta
Dzat yang paling layak dicintai Allah, Sang Pemilik Cinta
Cinta memang tak kenal warna
Cinta tak kenal baik buruk
Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah
Memang begitulah adanya
Karena yang mengenal baik buruk, warna dan rupa
Adalah sang pelaku cinta yang menggunakan akal pikirannya
Cinta bukanlah kata benda
Cinta adalah kata kerja
Cinta bukan sesuatu tanpa proses
Cinta itu butuh proses
Jangan mau kau terjatuh dalam cinta
Namun, bangunlah cinta itu
Bangunlah cinta dengan keimanan
Maka kau akan mengorbankan apa saja
Demi meraih keridhaan Sang Pemilik Cinta
Bangunlah cinta dengan ketakwaan
Maka kau tak kan gundah gulana
Ketika kehilangan cinta duniawi
Karna kau yakin Yang kau cari adalah cinta dan ridha Allah
Bukan cinta yang sementara
***
Semoga bermanfaat. Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri yang sering lalai dalam menjaga interaksi. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya.
Saling mengingatkan ya!
*Kata ikhwan akhwat dalam tulisan ini telah mengalami penyempitan makna, lebih ke arah aktivis dakwah.

Sabtu, 05 November 2011

Amanah Cinta



Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com
Teruntuk Saudaraku
Akhi, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu
Aku ingin bercerita tentang cinta kepadamu
Cinta yang dulu pernah kita rangkai dan kita ramu
Sepakat dalam kata, cinta adalah anugerah Allah untukku juga untukmu
Ada yang bahagia karena cinta
Tapi juga banyak yang terluka karena cinta
Akhi, Sebagai sahabat aku hanya ingin mengingatkan kita
Untukmu, juga untukku sebagai peran utama dalam hal cinta.
Maka, tahanlah lisanmu untuk mengatakan cinta
Janganlah terlalu mudah mengatakan cinta
Memberikan harapan tanpa kepastian semata
Apalagi tanpa ikatan kesucian cinta
Ketahuilah, Allah menitipkan cinta pada kita
Tapi Allah juga menginginkan agar kita menjaganya
Kita memiliki Izzah, pantang mengatakan cinta
Bila nikah masih tak terlaksana dijalan-Nya
Jika cinta maka nikahilah
Jika menikahi maka cintailah
Dengan setulus hati
Sepanjang hidupmu sampai mati
…………………………………………………
Teruntuk Saudariku
Ukhti yang dirahmati Allah Subhanahu Wata’ala
Engkau adalah jendela dunia
Tiang agama
Bila rapuh, maka, hancurlah generasi peradaban dunia
Ukhti, jangan kau mudah menerima cinta
Dari seseorang yang hanya mengumbar cinta dusta
tanpa kepastian dan tindakan yang nyata
Ukhti, banyak di antara kami yang mengatasnamakan cinta
Melibatkanmu tapi tanpa sebab dan alasan lalu meninggalkanmu
Maka, berhati-hatilah dengan cinta
bila engkau tak mau terluka sepanjang hidupmu
Akhi Ukhti
Janganlah mengatasnamakan ukhuwah
Sehingga kita melanggar cinta yang sah
Lalu ukhuwah itu terpecah
Lantaran cinta yang salah tanpa panduan syariah
Akhi Ukhti
Bersabarlah dengan cinta, berserah dirilah kepada-Nya
Kita akan dibuat bahagia oleh cinta jika kita menjaganya
Karena cinta itu indah pada waktunya

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/10/15837/amanah-cinta/#ixzz1coFml8Lr

Selasa, 01 November 2011

HUKUM MENDENGARKAN NYANYIAN

0diggsdigg
email
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com – Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik, merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para fuqaha kaum muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa hal dan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain. Mereka sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandung kekejian, kefasikan, dan menyeret seseorang kepada kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabila berisi ucapan yang jelek. Sedangkan setiap perkataan yang menyimpang dari adab Islam adalah haram. Maka bagaimana menurut kesimpulan Anda jika perkataan seperti itu diiringi dengan nada dan irama yang memiliki pengaruh kuat? Mereka juga sepakat tentang diperbolehkannya nyanyian yang baik pada acara-acara gembira, seperti pada resepsi pernikahan, saat menyambut kedatangan seseorang, dan pada hari-hari raya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadits yang shahih dan jelas.
Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai nyanyian selain itu (pada kesempatan-kesempatan lain). Di antara mereka ada yang memperbolehkan semua jenis nyanyian, baik dengan menggunakan alat musik maupun tidak, bahkan dianggapnya mustahab. Sebagian lagi tidak memperbolehkan nyanyian yang menggunakan musik tetapi memperbolehkannya bila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya sama sekali, bahkan menganggapnya haram (baik menggunakan musik atau tidak).
Dari berbagai pendapat tersebut, saya cenderung untuk berpendapat bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala sesuatu adalah halal selama tidak ada nash shahih yang mengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidak shahih, atau shahih tetapi tidak sharih. Antara lain ialah kedua ayat yang dikemukakan dalam pertanyaan Anda. Kita perhatikan ayat pertama:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna …”
Ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi’in untuk mengharamkan nyanyian. Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimana yang dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Ia berkata: “Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihat dari beberapa segi:
Pertama: Tidak ada hujah bagi seseorang selain Rasulullah SAW.
Kedua: Pendapat ini telah ditentang oleh sebagian sahabat dan tabi’in yang lain.
Ketiga: Nash ayat ini justru membatalkan argumentasi mereka, karena di dalamnya menerangkan kualifikasi tertentu:
“Dan di antara manusia(ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan…”
Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat ini, maka ia diklasifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi. Jika ada orang yang membeli Al Qur’an (mushaf) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahan olok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir. Perilaku seperti inilah yang dicela oleh Allah. Tetapi Allah sama sekali tidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya – bukan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Demikian juga orang yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membaca Al Qur’an atau membaca hadits, atau bercakap-cakap, atau menyanyi (mendengarkan nyanyian), atau lainnya, maka orang tersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lain halnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikan kewajiban kepada Allah, yang demikian tidak apa-apa ia lakukan.”
Adapun ayat kedua:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya…”
Penggunaan ayat ini sebagai dalil untuk mengharamkan nyanyian tidaklah tepat, karena makna zhahir “al laghwu” dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa caci maki dan cercaan, dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalam lanjutan ayat tersebut. Allah SWT. berfirman:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)
Ayat ini mirip dengan firman-Nya mengenai sikap ‘ibadurrahman (hamba-hamba yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih):
“… dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al Furqan: 63)
Andaikata kita terima kata “laghwu” dalam ayat tersebut meliputi nyanyian, maka ayat itu hanya menyukai kita berpaling dari mendengarkan dan memuji nyanyian, tidak mewajibkan berpaling darinya. Kata “al laghwu” itu seperti kata al bathil, digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faedahnya, sedangkan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah tidaklah haram selama tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
Diriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan kepada beliau: “Apakah yang demikian itu pada hari kiamat akan didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?” Beliau menjawab, “Tidak termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk kejelekan, karena ia seperti al laghwu, sedangkan Allah berfirman:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah) …” (Al Ma’idah: 89)
Imam Al Ghazali berkata: “Apabila menyebut nama Allah Ta’ala terhadap sesuatu dengan jalan sumpah tanpa mengaitkan hati yang sungguh-sungguh dan menyelisihinya karena tidak ada faedahnya itu tidak dihukum, maka bagaimana akan dikenakan hukuman pada nyanyian dan tarian?”
Saya katakan bahwa tidak semua nyanyian itu laghwu, karena hukumnya ditetapkan berdasarkan niat pelakunya. Oleh sebab itu, niat yang baik menjadikan sesuatu yang laghwu (tidak bermanfaat) sebagai qurbah (pendekatan diri pada Allah) dan al mizah (gurauan) sebagai ketaatan. Dan niat yang buruk menggugurkan amalan yang secara zhahir ibadah tetapi secara batin merupakan riya’. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa kamu, tetapi ia melihat hatimu.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)
Akan tetapi, dalam mengakhiri fatwa ini tidak lupa saya kemukakan beberapa (ikatan) syarat yang harus dijaga:
1. Tema atau isi nyanyian harus sesuai dengan ajaran dan adab Islam. Nyanyian yang berisi kalimat “dunia adalah rokok dan gelas arak” bertentangan dengan ajaran Islam yang telah menghukumi arak (khamar) sebagai sesuatu yang keji, termasuk perbuatan setan, dan melaknat peminumnya, pemerahnya, penjualnya, pembawa (penghidangnya), pengangkutnya, dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Sedangkan merokok itu sendiri jelas menimbulkan dharar. Begitupun nyanyian-nyanyian yang seronok serta memuji-muji kecantikan dan kegagahan seseorang, merupakan nyanyian yang bertentangan dengan adab-adab Islam sebagaimana diserukan oleh Kitab Sucinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya …” (An Nur: 30) “Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya …” (An Nur: 31)
2. Penampilan penyanyi juga harus dipertimbangkan. Kadang-kadang syair suatu nyanyian tidak “kotor” tetapi penampilan biduan/biduanita yang menyanyikannya ada yang sentimentil, bersemangat, ada yang bermaksud membangkitkan nafsu dan menggelorakan hati yang sakit, memindahkan nyanyian dari tempat yang halal ke tempat yang haram, seperti yang didengar banyak orang dengan teriakan-teriakan yang tidak sopan. Maka hendaklah kita ingat firman Allah mengenai istri-istri Nabi SAW:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya …” (Al Ahzab: 32)
3. Kalau agama mengharamkan sikap berlebih-lebihan dan israf dalam segala sesuatu termasuk dalam ibadah, maka bagaimana menurut pikiran Anda mengenai sikap berlebih-lebihan dalam permainan (sesuatu yang tidak berfaedah) dan menyita waktu, meskipun pada asalnya perkara itu mubah? Ini menunjukkan bahwa semua itu dapat melalaikan hati manusia dari melakukan kewajiban-kewajiban yang besar dan memikirkan tujuan yang luhur, dan dapat mengabaikan hak dan menyita kesempatan manusia yang sangat terbatas. Alangkah tepat dan mendalamnya apa yang dikatakan oleh Ibnul Muqaffa’: “Saya tidak melihat israf (sikap berlebih-lebihan) melainkan di sampingnya pasti ada hak yang terabaikan.”
Bagi para pembaca – setelah memperhatikan ketentuan dan batas-batas seperti yang telah saya kemukakan – hendaklah dapat mengendalikan dirinya. Apabila nyanyian atau sejenisnya dapat menimbulkan rangsangan dan membangkitkan syahwat, menimbulkan fitnah, menjadikannya tenggelam dalam khayalan, maka hendaklah ia menjauhinya. Hendaklah ia menutup rapat-rapat pintu yang dapat menjadi jalan berhembus nya angin fitnah ke dalam hatinya, agamanya, dan akhlaqnya. Wallahu A’lam bis-Shawab.

Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Dr. Yusuf Qaradhawi

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/10/15850/hukum-mendengarkan-nyanyian/#ixzz1cTGBnoLC

Hukum Menutup Rambut Bagi Perempuan


Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com – Telah menjadi suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua negara dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadits dan ahli tasawuf, bahwa rambut perempuan itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma’ tersebut ialah ayat Al-Qur’an: “Katakanlah kepada perempuan yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, …” (Q.s. An-Nuur: 31).
Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah SWT telah melarang bagi perempuan Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa rambut perempuan itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, “Allah SWT telah melarang kepada kaum perempuan, agar dia tidak menampakkan perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak.”
Ibnu Mas’ud berkata, “Perhiasan yang lahir (biasa tampak) ialah pakaian.” Ditambahkan oleh IbnuJubair, “Wajah” Ditambah pula oleh Sa’id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, “Wajah, kedua tangan dan pakaian.”
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, “Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk dibolehkan (mubah).”
Ibnu Atiyah berkata, “Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa perempuan diperintahkan untuk tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan.”
Berkata Al-Qurthubi, “Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya shalat, ibadat haji dan sebagainya.”
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah RA bahwa ketika Asma’ binti Abu Bakar RA bertemu dengan Rasulullah SAW, ketika itu Asma’ sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah SAW memalingkan muka seraya bersabda:
“Wahai Asma’! Sesungguhnya, jika seorang perempuan sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini …” (beliau mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut perempuan tidak termasuk perhiasan yang boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan. Allah SWT telah memerintahkan bagi kaum perempuan Mukmin, dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah “kain untuk menutup kepala,” sebagaimana surban bagi laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli tafsir. Hal ini (hadits yang menganjurkan menutup kepala) tidak terdapat pada hadits manapun.
Al-Qurthubi berkata, “Sebab turunnya ayat tersebut ialah bahwa pada masa itu kaum perempuan jika menutup kepala dengan akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang, sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka, Allah SWT memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya.”
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah RA telah berkata, “Mudah-mudahan perempuan yang berhijrah itu dirahmati Allah.” Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah RA didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya yang bernama Abdurrahman RA dengan memakai kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah RA lalu berkata, “Ini amat tipis, tidak dapat menutupinya.”

Sumber: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Dr. Yusuf Qaradhawi

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/10/15847/hukum-menutup-rambut-bagi-perempuan/#ixzz1cTEeRgD3

Sabtu, 29 Oktober 2011

JOMBLO KEREEENN..

Katanya sih, masa muda adalah masanya bercinta. Gonta-ganti pacar buat tambah pengalaman. Waduh, asik bener kalau begitu! Tapi apa iya dengan gonta-ganti pacar kita dapat merasakan cinta yang sesungguhnya? Sobat muda dah kenalan belum sama si ‘cinta’? Kalau belum, kita kenalan dulu yuk.

Kenalan dengan si ‘cinta’

Apa sih arti cinta? Kadang kita juga bingung untuk mengartikan arti cinta. Mm.. jadi ingat sama lagunya Snada nih yang judulnya Arti Cinta.

Ingin kukatakan arti cinta kepadamu dinda
Agar kau mengerti arti sesungguhnya..
Tak akan terlena, dan terbawa harumnya bunga asmara
Yang akan membuat dirimu sengsara..
(Snada- Arti Cinta)

Heu.. heu.. Lanjutin sendiri deh lagunya..
Kita semua tentu sepakat bukan, bahwa cinta merupakan salah satu emosi yang ada dalam diri manusia. Definisi cinta menurut para ahli sampai saat ini tidak ada yang pasti. Tapi secara umum cinta diartikan sebagai ungkapan perasaan yang paling mendalam dari seseorang terhadap sebuah objek, manusia atau lainnya yang memiliki nilai yang sangat istimewa. Tidak hanya mengandung perasaan sayang, tetapi perasaan lain yang mengikat. Makanya, merasakan cinta pasti ga jauh-jauh dari perasaan cemburu. Iya kan?!

Apakah cinta membuat kita bahagia? Tentu saja. Gimana nggak bahagia coba, jika kita disayangi, dipercaya, dihormati dan diberi penghargaan-penghargaan lain. Mm.. tapi kalau cinta harusnya bikin orang bahagia, kenapa gak sedikit ya orang yang menderita gara-gara cinta? Duh, jangan salahin si ‘cinta’ dong.. Itu sih salah orang yang mengaplikasikan si ‘cinta’ itu sendiri.

Cinta Harus Dibuktikan

Cinta itu memang harus dibuktikan, bahkan dengan pengorbanan. Bukan hanya dengan lafal saja. Rasa cinta yang sangat besar yang dimiliki orang tua kepada anaknya saja harus diuji dengan keyakinan mahabbatulloh. Yaitu ketika nabi Ibrohim disuruh Alloh untuk menyembelih putra terkasihnya, Ismail. Bukankah itu bentuk pembuktian cinta yang besar terhadap Alloh?

Cinta, tentu harus ada tindakan nyata untuk membuktikan dan menguji seberapa besar rasa cinta yang ada. Contoh nyatanya nih, kalau si Ari memiliki rasa sayang kepada sahabatnya, tentu dia akan membuktikannya dengan berbuat baik seperti memberi perhatian, menjaga perasaan, dan menolong sahabatnya jika sedang kesusahan. Tidak jauh beda dengan Nia yang mencintai adiknya, tentu dia akan menyayangi, mengasihi, dan memberi bantuan apapun semampunya untuk membantu adik kandung yang dia cintai. Nah kalau kasusnya seperti Irwan yang ingin membuktikan rasa cintanya kepada Risa sang pujaan hati, bagaimana tuh? Apakah cintanya harus dibuktikan juga? Tentu saja, yaitu dengan menjaganya. Irwan tidak boleh mendekati Risa dengan alasan cinta, tidak boleh menjadikannya pacar, bahkan menyentuh pun jangan. Why? Karena cinta itu menjaga. Menjaga kesucian orang yang dicintainya. Kalau Irwan memacari Risa, ya berarti dia gak benar-benar cinta sama Risa. Irwan sudah ingin mencoba berdekatan dengan Risa tanpa alasan yang syar’i. Cowok kalo beraninya cuma pacaran, itu namanya masih kecil. Masa masih kecil udah pacaran. Huh! Kalo cowok yang udah dewasa, pasti dia nggak berani pacaran, tapi langsung datang ke ortu si cewek dan ngelamar. Married deh. Selain menunjukkan tanggung jawab, cowok dewasa tahu kalo pacaran cuma ajang tipuan dan aktivitas berlumur dosa.

Kembali kepada kisah nabi Ibrohim tadi, bahwa sesungguhnya tidak boleh ada kecintaan lain yang menandingi rasa cinta kita kepada Alloh. Lha, seorang nabi aja masih harus dibuktikan rasa cintanya kepada Alloh, apalagi kita nih manusia biasa-biasa aja. Padahalkan nabi Ibrohim mencintai anaknya, anak kandung lho, yang memang harusnya disayangi. Itu masih tidak boleh melebihi rasa cinta kepada Alloh. Bayangkan, pembuktiannya ga tanggung-tanggung. Nabi Ibrohim disuruh Alloh menyembeli Ismail. Waduh.. bagaimana kalau di bandingkan dengan kasus si Irwan tadi yang mencintai si Risa. Saudara juga bukan, dah berani pengen deket-deketan. Bukan muhrim, non! Lalu bagaimana ingin membuktikan rasa cinta yang lebih besar kepada Alloh kalau mereka berpacaran. Oh, no..!!

Are you moslem? Kok pacaran sih…

Hikmah terbesar dari peristiwa Ibrohim dan Ismail adalah mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada cinta yang lebih besar selain cinta kepada Alloh. Cinta kepada Robb, harus kita utamakan. Kalau kamu membicarakan cinta kepada lawan jenis, itu bukan cinta sejati. Cinta kepada negara, itu juga bukan cinta sejati. Tapi cinta kepada Alloh, berarti mengeluarkan segenap daya upaya yang kita miliki, seluruh semangat kita dan akal budi kita agar memuliakan Alloh di pelataran bumi ini.

Eits, tapi tenang dulu sobat muda. BaBer gak akan marah-marahin kamu yang pacaran kok, tapi hanya ingin mengajak kita bareng-bareng belajar jadi bener. Yup, sejalan dengan moto BaBer tentunya. Jadi tenang aja, ok. Kamu baca dulu bulletin ini sampai tuntas…

Mungkin, kebanyakan dari kamu masih kepingin protes ya kalau dilarang pacaran. Duh, BaBer ini gimana sih. Zaman gini dilarang pacaran, kuno banget deh! Hm.. ok kalau begitu, sekarang BaBer tanya kamu deh, kenapa harus pacaran? Pacaran itu biar gak kuper, biar gak dibilang nggak laku, biar ada cowok yang sayang ama kita, biar semangat belajar, biar nggak malu dengan teman-teman yang pada umumnya punya pacar, mm…sekedar pingin tau aja sih gimana rasanya pacaran itu.

Wah, ternyata kalian cukup pandai beralasan juga rupanya. Ok deh sekarang kita kaji arti pacaran itu sendiri. Pacaran, adalah aktivitas yang dilakukan berdua dengan sang kekasih sebelum menikah. Aktivitas atau kegiatan ini bisa bermacam-macam bentuknya. Bisa nonton bareng, makan bakso berdua, jalan berdua atau belajar bersama. Tapi kegiatan terakhir ini kayaknya banyak yang gak jadi belajarnya deh.. karena pada sibuk mandangin gebetan masing-masing. Iya apa iya? Hayo.. ada yang bisa jawab ga?

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka tidak boleh baginya berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, sedangkan wanita itu tidak bersama mahromnya. Karena sesungguhnya yang ketiga di antara mereka adalah setan”
(HR Ahmad)

Ketika Harus Memilih; Pacaran atau Jomblo

Bandingkan antara orang yang pacaran dengan yang jomblo alias tidak pacaran. Dari segi duniawinya aja dah untung. Orang yang gak punya pacar lebih terjaga ekonominya, karena ga nraktir si doi mulu. Hehe.. Dah gitu, kita juga freedom alias bebas. Gak terikat dengan ikatan yang gak jelas. Lho, ko gak jelas sih? Tentu gak jelas dong. Belum tentu kan yang jadi pacar itu yang nantinya bakal jadi suami/istri kita. Hm.. jadi jomblo juga bisa jadi lebih fokus pada pekerjaan. Gak melulu mikirin si dia yang belum tentu mikirin kamu. Dan yang lebih manfaat lagi, dengan jomblo kita terjaga dari hal-hal yang berbau maksiat.

Jangan pernah takut diolok teman sebagai jomblo. Jangan pernah malu disebut nggak laku. Di saat teman-teman pada risih dengan status jomblo, kamu malah bisa bangga menyandang gelar itu. Kalau kamu orang yang pinter nih, ada atau tidaknya yang mau denganmu nggak bakal kamu ambil pusing. Mikirin rumus fisika aja dah pusing, ngapain juga mikirin pacar. Pacaran adalah sesuatu yang nggak penting. Selain ngabisin waktu dan energi, yang pasti menguras konsentrasi dan emosi. Kalau sudah saatnya untuk menikah, baru deh mikirin pasangan hidup. Pasangan hidup lho, bukan pacar. Dan itu juga tidak melewati proses pacaran, tetapi ta’aruf alias langsung menuju pernikahan.

Kalau kamu seorang perempuan, jangan mau dipacarin. Kesannya tuh jadi cewek gampangan. Gampang aja dibohongin, gampang diboncengin, gampang dijamah, dan gampang-gampang yang lain deh. Ih…nggak asyik banget kan! Toh, nantinya para cowok itu juga bakal males sama cewek beginian, karena udah tahu ‘dalemnya’. Laki-laki kan pinginnya dapat perempuan baik-baik. Coba aja deh kalau kamu beli baju, kamu pilih baju yang ada dipajangan atau pilih yang ada di dalam etalase dan masih rapi dalam kemasan plastik? Kalau selera kamu bagus sih pasti pilih yang masih di etalase dan masih bagus terbungkus plastik. Nah, sekarang pilih mana antara perempuan yang rapi berjilbab yang auratnya tertutup semua, dengan perempuan yang sering buka-bukaan sehingga kita gak aneh lagi liat lekuk tubuhnya. Duh, kasihan banget deh.. jangan mau ya jadi perempuan yang seperti itu. Jelas kesannya tuh murahan.

Terlepas apa motivasi kamu untuk jadi jomblo, yang pasti kamu kudu punya patokan atau standar tersendiri untuk urusan kehormatan. Kamu nggak mau pacaran karena pacaran itu dosa. Kamu memilih jomblo karena itu berpahala dan jauh dari maksiat. Kamu tetap keukeuh pada pendirian karena remaja muslim itu adalah seorang yang punya prinsip. Itu artinya, kamu selalu punya harga diri atas prinsip yang kamu pegang teguh. Keren khan?

Intinya, predikat jomblo jauh lebih mulia kalau kamu menghindari pacaran karena takut dosa. Menjadi jomblo jauh lebih bermartabat kalo itu diniatkan menjauhi maksiat. Menjadi jomblo sama dengan sholeh/sholihah kalo itu diniatkan karena Alloh semata. Bukankah hidup ini cuma sementara? Jadi rugi banget kalo hidup sekali dan itu nggak dibikin berarti. Sekarang, kalau ada yang masih usil dengan predikat jomblo kamu, bilang aja…. Jomblo, so what gitu lho..!

sumber::bulletin-baber.co.cc

TIPS CANTIK DAN TAMPAN

Bismillahirrahmanirrahim..

Cantik dan tampan? siapa sih yang nggak mau? secara.. orang cantik dan tampan itu kan, pasti keren! Terus banyak pengagumnya, banyak yg suka, banyak yg cinta, banyak ini, banyak itu, semua mau! (hedeh.. cape dweh -.-')

Hmmm.. tahu nggak? Sebenarnya cantik dan tampan itu relatif. Iya, 'relatif'. Karena memang manusia itu diciptakan berbeda-beda, tidak sama rupa, warna kulit, bentuk tubuh, dan perwatakkanya, bayangkan kalau manusia itu sama bentuknya, pasti kebayang bahwa manusia yang satu dengan yang lain akan sulit dibedakan. Kamu dan aku akan menjadi manusia yang sama. Serem ya? Itulah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan segala perbedaannya.. Subhanallah..
Adakalanya si A akan bilang bahwa, "si B itu orangnya cantik ya?". Tapi si C bilang, "ahh, si B mah biasa aja. wajah pas-pasan gitu?". Artinya, setiap pandangan itu akan berbeda, pandanganku dan pandanganmu terhadap seseorang akan berbeda, karena kita memiliki karakter menilai seseorang pun berbeda. Inilah yang menjadi salah satu keunikan manusia.

Aku bilang cantik atau tampan. Kamu bilang jelek..eehh.. dia bilang lumayan. Namun semua itu hanyalah pandangan manusia semata, makanya bisa berbeda-beda. Tapi dampaknya itu lho, siapa sih yang dibilang jelek nggak tersinggung? Kecuali hatinya sudah sekuat baja, itu juga ada sedikit kikisan jadi kurang PEDE. Iya apa iya?

Tapi tenang saja sahabat, penilai yang tak kan pernah salah menilai. Penilaian Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana, dan Maha Kuasa Di atas Segala. Penilaian-Nya nggak seperti manusia yang relatif, penilaian-Nya selalu PASTI. Subhanallah..tak ada yang mampu menilai sePasti Dia. Siapa yang mampu menyaingi-Nya?

Dalam menilai.. Allah Subhanahu Wa Ta'ala nggak menilai rupa ayumu atau ketampananmu, yang biasa dijadikan patokan awal oleh manusia untuk menilai cantik tidaknya seseorang itu. Allah itu Maha Adil, karena memang Allah sudah menjadikan manusia dalam keadaan yang sempurna (berbeda dari makhluk lainya) yang dari itu.. berarti semua manusia adalah cantik dan tampan. Tapi Allah memiliki cara sendiri dalam memberikan penilaian-Nya, yaitu..?



"sesungguhnya Allah tidak menilai kepada sosok dan hartamu, tapi Allah akan menilai hati dan amalanmu" (HR. Muslim)

Maka dari itu, masih pentingkah tips cantik dan tampanya? Tetep Penting dong!Tapi maaf, ini tips bukan untuk mempercantik dan mempertampan paras (wajah) tapi sungguh lebih dari itu. Penasaran?? cekidot!!

Tips Cantik dan Tampan

1. Selalu sirami hati dengan dzikir
2. Suburkan jiwa dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an
3. Hangatkan tubuh dengan keteguhan menjalankan din
4. Baguskan hati dengan mencintai Allah dan Rossul-Nya
5. Berbuat baik kepada orang tua dan orang lain
6. Jadikan jujur sebagai pengharum mulut. serta kata-kata yang benar,baik,lembut,dan mulia sebagai penghias bibir
7. Sematkan kesabaran di setiap langkah
8. Taburi benih-benih cinta dan kasih sayang dalam setiap waktu
9. Menjadikan syukur sebagai benteng pertahanan
10. Kenakan taqwa sebagai pakaian setiap hari

Itulah sedikit tipsnya sahabat, kalau kita mampu mempraktekkan diri, insyaallah kita akan mendapatkan nilai A+. Tenang saja, dan pasti akan cantik luar dalem.
So..apalagi yang ditunggu, mari kita berlomba-lomba untuk mendapatkan A+ dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Karena jika cinta-Nya telah mampu kau dapatkan. Cinta makhluk, tak perlu lagi kau pertanyakan. Tanpa kau minta, mereka akan memberikan kasih, sayang, dan perhatian tulus untukmu. Buktikanlah!
Wallahua'lam bish shawwab.


Situs BMB >> www.bukanmuslimahbiasa.com

Jumat, 11 Maret 2011

Metode Pembelajaran Matematika


Pembelajaran matematika sekolah adalah pembelajaran yang mengacu pada ketiga fungsi mata pelajaran matematika, yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika di SMA menurut Suherman (2001: 60) adalah pembentukan sifat dengan berpikir kritis dan kreatif. Dengan berlandaskan kepada prinsip pembelajaran matematika yang tidak sekedar learning to know, melainkan juga harus meliputi learning to do, learning to be, hingga learning to live together, maka pembelajaran matematika harus bersandarkan pada pemikiran bahwa peserta didik harus belajar dan semestinya dilakukan secara komperhensif dan terpadu.
Metode mengajar matematika adalah suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematik dan logic ditinjau dari segi hakikat matematika dan segi psikologinya. Penyelesaian masalah dalam matematika selalu menggunkan metode deduktif. Penalarannya adalah logic-deduktif yang pada dasarnya mengandung kalimat “jika……,maka…………”. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan alas an logic. Model terbaik untuk berfikir matematikayaitu memanfatkan logika simbulik.
Metode mengajar ditinjau dari segi psikologik ini erat hubungannya dengan jawaban pertanyaan kurikulum “kepada siapa” matematika itu diajarkan. Terdapat beberapa macam metode mengajar yang dapat digunakan dalam mengajarkan matematika, bergantung kepada siapa yang belajar matematia.
1. Metode ekspositori
Metode ini merupakan suatu cara untuk menyamapaiakan ide/gagasan atau meberikan informasi dengan lisan atau tulisan. Pada umumnya metode ini berlangsung satu arah, pengajaran ide/gagasan atau informasi dan pserta didik menerimanya. Materi pengajaran sudah disusun oleh pengajaran secara sistematik dan hierarkis namun bermakna (istilah Ausubel)
2. Metode penemuan
Metode ini merupakan suatu cara untuk menyampaiakan ide/gagasan melalui proses menemukan. Peserta didik menemukan sendiri pola-pola dan struktur matematika melalui sederetan pengalaman belajar yang lampau. Keteranga-keterangan yng harus dipelajari peserta didik tidak disajikan dalam bentuk final,peserta didik diwajibkan melakukan aktivitas mental sebelumketerangan yang dipelajari itu dapat dipahami.
3. Metode laboratorium
Matode laboratorium ini sebagai tempat untuk menemukan fakta-fakta matematika. Prinsip metode laboratorium adalah peserta didik belajar sambil bekerja, belajar sambil mengobservasi, danmemulai dari yang konkrit ke yang abstrak.
Metode laboratorium ini sejalan dengan metode induktif bahkan merupakan perluasan dari metode induktif. Peserta didik belajar dengan objek-objek yang kemudian digeneralisasikan. Metode ini khusus untuk mengabaikan keabstrakan hakikat matematika. Namun dapat menarik minat peserta didik terhadap matematika yang abstrak.
Selain matode pemebalajaran matematika di atas terdapat beberapa metode lain diantaranya yaitu metode ceramah, demonstrasi, metode latihan/drill, metode permaianan, metode pemberian tugas dan lain sebagainya.
Seorang guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran di kelas, maka tentu guru harus menyusun rencana pembelajaran terlebih dahulu. Renana pembelajaran yang dirancang Renana pembelajaran yang dirancang merupakan arahan bagi guru dalam melaksanakan proses pemebalajaran matematika yang efektif dan efisien dalam rangka mencapai hasil belajara yang maksimal. Rencana pembelajaran merupakan rencana kegiatan opersaional yang dirancang oleh guru yang berisi scenario tahap demi tahap tentang kegiatan matematika yang dilakukanyadi kelas bersama siswa dalm satu kali tatap muka/pertemuan. Di dalam rencana pembelajaran berisi standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang harus dijabarkan dalam indicator, materi pokok, kegiatan pembeljaran, sumber dan penilaian pembelajaran.

copast : http://lela-al-khowarizmi.blogspot.com/2009/01/metode-pembelajaran-matematika.html